Jumat, 24 Juli 2015

Dalil-dalil Disunnahkannya Aqiqah

Dalil-dalil Disunnahkannya Aqiqah
Berikut ini adalah hadits-hadits yang menunjukkan akan disunnahkannya Aqiqah :

1. عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ قَاَلَ : قَاَلَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ اَحَبَّ مِنْكُمْ اَنْ يُنْسَكَ عَنِ وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ عَنِ الْغُلاَمِ شاَتَاَنِ مُكاَفأَ َتاَنِ وَعَنِ الْجاَ رِيَةِ شاَةٌ . (رواه احمد وابو داود والنسائى)

Artinya :

" Telah berkata Rasulullah SAW : Barang siapa diantara kamu ingin beribadat tentang anaknya hendaklah dilakukannya, untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama umurnya dan untuk anak perempuan seekor kambing ". (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai.)

2.َعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَقَّ عَنْ اَلْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ, وَابْنُ اَلْجَارُودِ, وَعَبْدُ اَلْحَقّ ِ لَكِنْ رَجَّحَ أَبُو حَاتِمٍ إِرْسَالَه ُ

Artinya :
" Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam beraqiqah untuk Hasan dan Husein masing-masing seekor kambing kibas." ( Riwayat Abu Dawud. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu al-Jarud, dan Abdul Haq, namun Abu Hatim lebih menilainya hadits mursal.)

3.َوَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمْرَهُمْ أَنْ يُعَقَّ عَنْ اَلْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ, وَعَنْ اَلْجَارِيَةِ شَاةٌ )  رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَه ُ

Artinya :
" Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar beraqiqah dua ekor kambing yang sepadan (umur dan besarnya) untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan." ( Hadits shahih riwayat Tirmidzi.)
4. عَنْ أُمِّ كُرْزٍ، قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ مِثْلاَنِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ ‏"‏ ‏. (رواه ابوداود).‏
Artinya :
" Dari Umi Kurzi ia berkata ; telah bersabda rasulullah SAW : Untuk anak laki-laki dua ekor kambing seumpamanya dan untuk anak perempuan satu ekor kambing " (HR. Abu Daud)

5.َوَعَنْ سَمُرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ, تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ, وَيُحْلَقُ, وَيُسَمَّى ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيّ
Artinya :
: Dari Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya; ia disembelih hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur, dan diberi nama."( Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi.)

6.عن سلمان بن عامر الضَّبيُّ قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (مع الغلام عقيقة، فأهريقوا عنه دماً، وأميطوا عنه الأذى).(رواه البخاري)

Artinya :
" Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : Rasululloh bersabda : “Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.”(HR Bukhari)

7. عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ، أَنَّهُ قَالَ : وَزَنَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ  شَعَرَ حَسَنٍ وَحُسَيْنٍ، فَتَصَدَّقَتْ بِزِنَتِهِ فِضَّةً. (رواه مالك و احمد)
Artinya :
" Dari Rabi'ah Bin Abi Abdul Rohman, dari Muhammad bin Ali bin Husain bahwasanya ia berkata : bahwasanya Fatimah Binti Rasulullah SAW (setelah melahirkan hasan da husain) mencukur rambut  hasan dan husain kemudian ia bersedekah dengan perak seberat timbangan rambutnya. " (HR. Imam Malik dan Imam Ahmad dengan matan yang agak berbeda)

Sumber :
Shahih Bukhori karangan Imam Bukhori
Sunan Abu Daud Karangan Imam Abu Dawud
Fathul Baari karangan Syekh Ibnu Hajar
Musnad Imam Ahmad
Almuwatho karangan Imam Malik

Minggu, 12 Juli 2015

Zakat Profesi

Ini pemahaman tentang zakat profesi : Istilah Zakat Profesi belum dikenal di zaman Rosulullah SAW bahkan hingga masa berikutnya selama ratusan tahun. Bahkan kitab-kitab Fiqih yang menjadi rujukan umat ini pun tidak mencantumkan pembahasan bab zakat profesi dadalamnya.


Harus diingat bahwa meski di zaman Rosulullah SAW telah ada beragam profesi, namun kondisinya berbeda dengan zaman ...sekarang dari segi penghasilan. Dizaman itu pemghasilan yang cukup besar dan dapat membuat seseorang menjadi kaya berbeda dengan zaman sekarang. Diantaranya adalah berdagang, bertani, dan berternak. Sebaliknya, di zaman sekarang ini berdagang tidak otomatis membuat pelakunya menjadi kaya, sebagaimana juga bertani dan berternak. Nahkan umumnya petani dan peternak di negeri kita ini termasuk kelompok orang miskin yang hidupnya masih kekurangan.


Sebaliknya, profesi-profesi tertentu yang dahulu sudah ada, tapi dari sisi pendapatan saat itu tidaklah merupakan kerja yang mendatangkan materi besar. Di zaman sekarang ini justru profesi-profesi inilah yang mendatangkan sejumlah besar harta dalam waktu yang singkat. Seperti Dokter Spesialis, Arsitek, Komputer Programer, Pengacara, dan sebagainya. Nilainya bisa ratusan kali lipat dari petani dan peternak miskin di desa-desa.


Perubahan Sosial inilah yang mendasari ijtihad para ulama hari ini untuk melihat kembali cara pandang kita dalam menentukan : siapakah orang kaya dan siapakah orang miskin ? intinya zakat itu adalah mengumpulkan harta orang kaya untuk diberikan pada orang miskin. Dizaman dahulu, orang kaya identik dengan Pedagang, Petani, dan Peternak. Tapi di zaman sekarang ini, orang kaya adalah para profesional yang bergaji besar. Zaman berubah namun prinsip zakat tidak berubah. Yang berubah adalah realitas di masyarakat. Tapi intinya orang kaya menyisihkan uangnya untuk orang miskin. Dan itu adalah intisari Zakat.


Dengan demikian, zakat profesi merupakan ijtihad pada ulama di masa kini yang nampaknya berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki alasan dan dasar yang juga cukup kuat. Akan tetapi tidak semua ulama sepakat dengan hal tersebut.


Bagaimana sesungguhnya hukum zakat profesi ? Wajibkah penghasilan setiap profesi dikeluarkan zakatnya ? Adakah dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menjadi dasarnya ? Berapakah Nisab dan Prosentasinya ? Bagaimana cara pembayarannya ?


Menanggapi persoalan zakat profesi ini, pendapat ulama terbagi menjadi dua :


Pendapat & Dalil Penentang Zakat Profesi


Mereka mendasarkan pandangan bahwa masalah zakat sepenuhnya masalah 'ubudiyah. Sehingga segala macam bentuk aturan dan ketentuannya hanya boleh dilakukan kalau ada petunjuk yang jelas dan tegas atau contoh langsung dari Rosulullah SAW. Bila tidak ada, maka tidak perlu membuat-buat aturan baru.



Di zaman Rosulullah SAW dan Salafus Sholeh sudah ada profesi-profesi tertentu yang mendapatkan nafkah dalam bentuk gaji atau honor. Namun tidak ada keterangan sama sekali tentang adanya ketentuan zakat gaji atau profesi. Bagaimana mungkin sekarang ini ada dibuat-buat zakat profesi.


Rosulullah SAW bersabda “Barang siapa mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah kami perintahkan, maka ia tertolak” (HR. Muslim).


Rosulullah SAW juga bersabda “Jauhilah bid’ah, karena bid’ah sesat dan kesesatan ada di neraka” (HR. Turmudzi).


Diantara mereka yang berada dalam pandangan seperti ini adalah Fuqaha kalangan Zahiri seperti Ibnu Hazm dan lainnya dan juga Jumhur Ulama, kecuali Mazhab Hanafiyah yang memberikan keluasaan dalam kriteria harta yang wajib dizakati.


Umumnnya Ulama Hijaz seperti Syaikh Abdullah bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin, dan lainnya tidak menyetujui zakat profesi. Bahkan Syaikh Dr. Wahbah Az-Zuhaily pun menolak keberadaan zakat profesi sebab zakat itu tidak pernah dibahas oleh para ulama salaf sebelum ini. Umumnya Kitab Fiqih Klasik memang tidak mencantumkan adanya zakat profesi.



Pendapat & Dalil Pendukung Zakat Profesi


Pendapat ini dikemukakan oleh Syaikh Abdur Rahman Hasan, Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul Wahab Khalaf dan Syaikh Yusuf Qaradhawi. Mereka berpendapat bahwa semua penghasilan melalui kegiatan profesi dokter, konsultan, seniman, akunting, notaries, dan sebagainya, apabila telah mencapai nishab, maka wajib dikenakan zakatnya. Para Peserta Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait pada 29 Rajab 1404 H / 30 April 1984 M juga sepakat tentang wajibnya zakat profesi bila mencapai nishab, meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya. Pendapat ini dibangun berdasarkan :


Pertama : Ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum yang mewajibkan semua jenis harta untuk dikeluarkan zakatnya, seperti dalam QS. At-Taubah (9) :103, QS. Al-Baqarah (2) : 267, dan QS. Adz-Zaariyat (51) : 19. Firman Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah/nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (QS. Al-Baqarah (2) : 267).


Dalam ayat tersebut, Allah menegaskan bahwa segala hasil usaha yang baik-baik wajib dikeluarkan zakatnya. Dalam hal ini termasuk juga penghasilan (gaji) dari profesi sebagai dokter, konsultan, seniman, akunting, notaries, dan sebagainya. Imam Ar-Razi berpendapat bahwa apa yang dimaksud dengan “hasil usaha” tersebut meliputi semua harta dalam konsep menyeluruh, yang dihasilkan oleh kegiatan atau aktivitas manusia. Karena itu nash ini mencakup semua harta, baik yang terdapat di zaman Rasulullah SAW, baik yang sudah diketahui secara langsung, maupun yang dikiaskan kepadanya.


Muhammad bin Sirin dan Qathadaah sebagaimana dikutip dalam Tafsier Al-Jaami’ Li Ahkaam Al-Qur’an menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kata-kata “Amwaal” (harta) pada QS. Adz-Zaariyaat (51) : 19, adalah zakat yang diwajibkan, artinya semua harta yang dimiliki dan semua penghasilan yang didapatkan, jika telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat, maka harus dikeluarkan zakatnya. (Tafsir Al-Jaami’ Li Ahkaam Al-Qur’an Juz I : hal. 310-311).


Sabda Rosulullah SAW “Menjadi suatu kewajiban bagi setiap orang muslim berzakat (bersedekah)”. Mereka bertanya, “Hai Nabi Allah, bagaimana yang tidak mempunyai harta ?. Rosulullah menjawab “Bekerjalah untuk mendapatkan sesuatu untuk dirinya, lalu bersedekah”. Mereka bertanya “kalau tidak mempunyai pekerjaan ?” Rosul bersabda “Tolonglah orang yang meminta pertolongan”. Mereka bertanya lagi “Bagaimana bila tak kuasa ?” Rosulullah menjawab ”kerjakanlah kebaikan dan tinggalkanlah kejahatan, hal itu merupakan sedekah”.


Kedua : Berbagai pendapat para Ulama terdahulu maupun sekarang, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda. Sebagian dengan menggunakan istilah yang bersifat umum yaitu “al-Amwaal”, sementara sebagian lagi secara khusus memberikan istilah dengan istilah “al-maal al-mustafad” seperti terdapat dalam fiqh zakat dan al-fiqh alislamy wa Adillatuhu.


Sekelompok sahabat berpendapat bahwa kewajiban zakat kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu batas waktu setahun. Diantara mereka adalah Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Mu’awiyah, Shadiq, Baqir, Nashir, Daud, dan diriwayatkan juga Umar bin Abdul Aziz, Hasan, Zuhri, serta Auza’i.


Pendapat-pendapat dan sanggahan-sanggahan terhadap pendapat-pendapat itu telah ditulis dalam kitab-kitab, misalnya al-Muhalla oleh Ibnu Hazm, jilid 4 : 83 dan seterusnya al-Mughni oleh Ibnu Qudamah jilid 2 : 6, Nail-Authar jilid 4 : 148, Rudz an-Nadzir jilid 2 : 41, dan Subul as-Salam jilid 2 : 129.


Ketiga : Dari sudut keadilan yang merupakan cirri utama ajaran Islam penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat jelas, dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada komoditi-komoditi tertentu saja yang konvensional. Petani yang saat ini kondisinya secara umum kurang beruntung, tetap harus berzakat, apabila hasil pertaniannya telah mencapai nishab. Karena itu sangat adil pula, apabila zakat inipun bersifat wajib pada penghasilan yang didapatkan para dokter, konsultan, seniman, akunting, notaries, dan profesi lainnya.


Keempat : Sejalan dngan perkembangan kehidupan ataumanusia, khususnya dalam bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi ini akan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan akan menjadi kegiatan ekonomi yang utama, seperti terjadi di Negara-negara industry sekarang ini. Penetapan kewajiban zakat kepadanya, menunjukkan betapa hukum Islam sangat aspiratif dan responsive terhadap perkembangan zaman. Afif Abdul Fatah Thabari menyatakan bahwa aturan dalam Islam itu bukan saja sekedar berdasarkan pada keadilan bagi seluruh umat manusia, akan tetapi sejalan dengan kemaslahatan dan kebutuhan hidup manusia, sepanjang zaman dan keadaan, walaupun zaman itu berbeda dan berkembang dari waktu ke waktu (Ruuh al-Dien al-Islamy, hal. 300)



Nishab dan Cara Mengeluarkan Zakat Profesi


Terdapat beberapa perbedaan pendapat para Ulama dalam menentukan nisab dan cara mengeluarkan zakat profesi.


Pertama : Madzhab Empat berpendapat bahwa tidak ada zakat pada harta kecuali sudah mencapai nishab dan sudah memiliki tenggang waktu satu tahun. Adapun nishabnya adalah senilai 85 gam emas dengan kadar zakat sebesar 2,5% (Al-Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II : 866, 1989)


Kedua : Pendapat yang di nukil dari Syeikh Muhammad Ghazali yang menganalogikan zakat profesi dengan zakat hasil pertanian, baik dalam nishab maupun persentase zakat yang wajib dikeluarkan, yaitu 10%.


Ketiga : Pendapat yang menganalogikan zakat profesi ini pada dua hal, yaitu dalam hal nishab pada zakat pertanian, sehingga dikeluarkan pada saat diterimanya, dan pada zakat uang dalam hal kadar zakatnya yaitu sebesar 2,5% (Al-Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II : hal. 866). Pendapat yang menganalogikan zakat profesi dengan zakat pertanian, antara lain diambil dari pendapat sebagian sahabat seperti Ibnu Abbas, Ibn Mas’ud, dan Mu’awwiyah. Dan juga dari sebagian seperti Imam Zuhri, Hasan Bashri, Makhul, Umar bin Abdul Aziz, Baqir, Shadiq, Nashir, dan Daud Dzahiri (Al-Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II : hal. 866).


Keempat : Pendapat Madzhab Imamiyyah yang menetapkan zakat profesi sebesar 20% dari hasil pendapatan bersih. Hal ini berdasarkan pemahaman mereka terhadap firman Allah SWT dalam QS. Al-Anfaal (8) : 41. Menurut mereka kata-kata ghanintum dalam ayat tersebut bermakna seluruh penghasilan, termasuk gaji, honorarium, dan pendapatan lainnya.


Bagi yang mempersamakannya menetapkan prosentasi zakatnya sama dengan zakat perdagangan yakni 2,5% dari hasil yang diterima setelah dikeluarkannya segala biaya kebutuhan hidup yang wajar dan selama sisa tersebut dalam masa setahun, telah mencapai batas minimal yakni senilai 85 gram emas murni. Sedangkan yang menganalogikan hasil-hasil dari profesitersebut dengan zakat pertanian. Dalam arti begitu ia menerima penghasilan senilai 653 kg hasil pertanian yang harganya paling murah, maka seketika itu juga ia harus menyisihkan lima atau sepuluh persen (tergantung kadar keletihan yang bersangkutan) dan tidak perlu menunggu batas waktu setahun. Hemat saya pendapat pertama yang mempersamakan zakat profesi dengan zakat perdagangan lebih bijaksana, karena hasil yang diterima biasanya berupa uang sehingga lebih mirip dengan perdagangan dan atau nilai emas dan perak. Wa Allah Alam.

Jumat, 19 Juni 2015

PUJIAN HABIS TAROWIH

Robbana ya robbana waghfirlana dunu bana

Watsabit imanana, watsabit imanana

Ya rohmana ya rohimin siro ing badan sampurno

Sampurnone wong alam kabeh

Wujud qidam baqo mukholafatulil hawaditsi

Qiyamuhu binafsihi wahdaniyah qudrat irodat

Ilmu hayyan sama’ bashar kalam

Qodiron muridan aliman hayyan sami’an

Bashiron mutakalliman

Ingsun ngimanaken malaikat itu utusane Allah

Kawulane Allah kang werno-werno rupane

Werno-werno ing gawene, werno-werno ibadahe

Tanpa syahwat tanpa nafsu

Ora bapa ora ibu, ora lanang ora wadon

Ora zaman ora makan, ora mangan ora minum

Jisime jisim alum bangsa luhur

Asyhadu alla ilaha illalloh

Wa asyhadu anna muhammadar rosullulloh

Ingsun ngimanaken setuhune ora ono Pengeran

kang sinembah sak temene, kang wajib wujude

kang mokal adame, kang mesti anane

Pengeran ingsun nanging Allah

Lan ingsun nyekseni setuhune

kanjeng Nabi Muhammad iku utusane Allah

Kawulane Allah, kasiyane Allah

Kang romo Raden Abdullah, kang ibu Dewi Aminah

Kang lahir ono ing Mekah

Jumeneng ono ing Mekah

Den utus ono ing Mekah

Hijrah nang Medinah

Jumeneng ing Medinah

Den utus ing Medinah

Gerah ing Medinah

Sedo ing Medinah

Sinareaken ing Medinah

Bangsa Arab bangsa Rosul bangsa luhur

Allohuma solli ala Muhammad

Allohuma solli ala Muhammad

Wa ala alihi wa ala alihi

Wasohbihi wassalam

Robij alatan balatan aminan

Robij alatan balatan aminan

Sabtu, 07 Maret 2015

MEMBERIKAN ZAKAT KEPADA GURU NGAJI DAN MEMBERIKAN ZAKAT KEPADA ANAK YATIM

0436. ZAKAT : MEMBERIKAN ZAKAT KEPADA GURU NGAJI DAN MEMBERIKAN ZAKAT KEPADA ANAK YATIM
Minggu, 26 Februari 20120 komentar

PERTANYAAN :

Editon Berebes Wonk Jowo
Di daerh sy petani klo ngasih zakat kok sama tokoh masyarakt yg dianggp pintr di bidng agama. bkannya yg brhak mnerima zakat adlah nak ytim dn fakir mskin..
Anehy ank yatim/fkir mskin trsbut tdak prnah mndpt jath zakat'trsebut. Mnggo tadz diterangaken..


JAWABAN :

>> Masaji Antoro

MEMBERIKAN ZAKAT PADA KYAI/GURU NGAJI
TIDAK BOLEH JIKA HANYA BERALASAN SEBAGAI KYAI / GURU NGAJI, karena status mereka sebagai kyai / guru ngaji tidak bisa memasukkan mereka ke dalam golongan delapan penerima zakat, walaupun sebagai sabiilillah sebab yang dimaksud dengan sabilillah adalah orang-orang yang perang dengan cuma-cuma demi agama Allah, namun demikian terdapat pendapat mereka juga termasuk sabiilillah.

والسابع سبيل الله تعالى وهو غاز ذكر متطوع بالجهاد فيعطى ولو غنيا إعانة له على الغزو اهل سبيل الله الغزاة المتطوعون بالجهاد وان كانوا اغنياء ويدخل في ذلك طلبة العلم الشرعي ورواد الحق وطلاب العدل ومقيموا الانصاف والوعظ والارشاد وناصر الدين الحنيف


Yang ke tujuh SABILILLAAH : Ialah lelaki pejuang yang berperang dengan Cuma-Cuma demi agama Allah, maka ia diberi meskipun ia kaya raya sebagai bantuan untuk biaya perangnya.
“SABIILILLAH” Ialah lelaki pejuang yang berperang dengan Cuma-Cuma demi agama Allah meskipun ia kaya raya.
Dan masuk dalam kategori sabiilillah adalah para pencari ilmu syar’i, pembela kebenaran, pencari keadilan, penegak kebenaran, penasehat, pengajar, penyebar agama yang lurus. [ al-Jawaahir al-Bukhaari. Iqna Li Assyarbiiny I/230 ].

>> Mbah Jenggot II

 ‎(إنما الصدقات للفقرء) وكلمة إنما للحصر والإثبات. ثبت المذكور وتنقضى ما عداه فلا يجوز صرف الزكاة إلى هذه الوجه: لأنه لم يوجد التمليك اصلا، لكن فسر الكسانى فى البدائع سبيل الله بجميع القرب فيدخل فيه كل من سعى فى طاعة الله وسبيل الخيرات إذا كان محتاجا لأن فى سبيل الله عام فى الملك اى يشمل عمارة المسجد ونحوها مما ذكر وفسر بعض الحنيفية "فى سبيل الله" بطلب العلم ولو كان الطلب عنيا.4. الفقه الإسلامى الجزء الثانى ص: 876

>> Masaji Antoro

Nambah sak ndhulit. Qoul yang mu’tamad tidak memperkenankan, karena makna sabilillah yang dimaksud dalam Al- Qur’an adalah Ghuzaat, artinya pejuang pembela Islam dalam peperangan.Namun Imam Qofal (madzhab Syafi’i) menyatakan yang dimaksud SABILILLAH itu termasuk SABIILIL KHOIR (sebagaimana dalam tafsir Al- Mannar karya Muhammad Rasid Ridho) – termasuk didalamnya membangun benteng pertahanan, masjid, madrasah, dll.

نقل القفال في «تفسيره» عن بعض الفقهاء أنهم أجازوا صرف الصدقات إلى جميع وجوه الخير من تكفين الموتى وبناء الحصون وعمارة المساجد ، لأن قوله : { وَفِى سَبِيلِ الله } عام في الكل .

“Dan al-Qaffaal menuqil dalam tafsiirnya dari sebagian para pakar Fiqh bahwa mereka memperkenankan pengelolaan zakat pada segala bentuk kebaikan seperti penyediaan kafan orang-orang mati, membangun benteng pertahanan dan membangun masjid karena firman Allah “FII SABILILLAH adalah bentuk kalimat yang umum dalam segala hal”. Tafsir ar-Raazi VIII/76.

>> Hz'epay Mangkudilaga
SISI LAIN SABILILLAH DALAM BAB ZAKAT

  ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺎﺕُ ﻟِﻠْﻔُﻘَﺮَﺍﺀِ ﻭَﺍﻟْﻤَﺴَﺎﻛِﻴﻦِ ﻭَﺍﻟْﻌَﺎﻣِﻠِﻴﻦَ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆَﻟَّﻔَﺔِ ﻗُﻠُﻮﺑُﻬُﻢْ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟﺮِّﻗَﺎﺏِ ﻭَﺍﻟْﻐَﺎﺭِﻣِﻴﻦَ ﻭَﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﺑْﻦِ ﺍﻟﺴَّﺒِﻴﻞِ ﻓَﺮِﻳﻀَﺔً ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠِﻴﻢٌ ﺣَﻜِﻴﻢٌ. ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ60 :

Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. (QS.At-Taubah 60).

Dari ayat di atas, bahwa pembagian zakat itu harus disalurkan kepada para mustahiq (orang yang berhak menerimanya) yang jumlahnya ada delapan golongan. Sedangkan golongan yang lain tidak berhak menerimanya. Pengertian Sabilillah pada dasarnya adalah orang yang berperang di jalan Alloh, walaupun ia seorang yang kaya, dan tidak mendapat gaji. Sabilillah diberikan zakat sesuai dengan kebutuhannya dan kebutuhan keluarganya,selama berangkat. Namun jika tidak jadi berperang maka harus mengembalikan semua yang telah ia terima,demikian juga harus mengembalikan kelebihannya setelah berperang. [I'anatut Tholibin juz 2 hal: 219]

Perbedaan pandangan tentang Sabilillah tentang zakat yang menjadi pro kontra di kalangan masyarakat, Seperti dalam permasalahan mentasyarufkan zakat kepada masjid, madrasah, pondok pesantren, panti asuhan,guru ngaji atau (kyai), yayasan sosial atau keagamaan dan lainnya, Sebagaimana banyak terjadi di kalangan masyarakat kita.- Sabilillah dalam pengertian lain : Imam Qostholani Assyafi'i berpendapat  bahwa Ahli Sabilillah adalah mereka yang berperang yang bersuka rela dalam berjihad walaupun mereka itu kaya, karena untuk membantu mereka dalam berjihad. Termasuk ahli sabilillah adalah para pelajar atau santri yang mempelajari ilmu syara' ,orang-orang yang mencari kebenaran,  menuntut keadilan, menegakkan kejujuran,orang-orang yang ahli memberi nasehat, memberi bimbingan dan orang yang membela agama yang lurus, sebagaimana di jelaskan dalam kitab:Jawahirul Bukhari hal. 173 ,

ﺃَﻫْﻞُ ﺳَﺒِﻴْﻞِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟْﻐُﺰَﺍﺓُ ﺍﻟْﻤُﺘَﻄَﻮِّﻋُﻮَﻥْ ﺑِﺎﻟْﺠِﻬَﺎﺩِ ﻭَﺇِﻥْ ﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﺃَﻏْﻨِﻴَﺎﺀَ، ﺇِﻋَﺎﻧَﺔً ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺠِﻬَﺎﺩِ. ﻭَﻳَﺪْﺧُﻞُ ﻓِﻲْ ﺫَﻟِﻚَ ﻃَﻠَﺒَﺔُ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﺍﻟﺸَّﺮْﻋِﻲِّ ﻭَﺭُﻭَّﺍﺩُ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﻭَﻃُﻼَّﺏُ ﺍﻟْﻌَﺪْﻝِ ﻭَﻣُﻘِﻴْﻤُﻮﺍ ﺍْﻹِﻧْﺼَﺎﻑِ ﻭَﺍﻟْﻮَﻋْﻆِ ﻭَﺍْﻹِﺭْﺷَﺎﺩِ ﻭَﻧَﺎﺻِﺮُﻭﺍ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ ﺍﻟْﺤَﻨِﻴْﻒِ .

Imam Kasalani mentafsiri Sabililah yakni semua jalan ibadah, termasuk pula orang- orang yang berjuang dalam taat kepada Alloh, dan menegakan kebaikan dengan catatan apabila memang membutuhkan pembagian zakat, karena makna Sabilillah mencakup semua sektor kebaikan Sebagian ulama hanafiyah mentafsiri Sabilillah yakni orang-orang yang mencari ilmu walaupun kaya, Sebagaimana di jelaskan dalam Kitab fiqih Islam juz 2 hal 876, ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻹﺳﻼﻣﻰ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻟﺜﺎﻧﻰ ﺹ

: 876 ﺃﺗﻔﻖ ﺟﻤﺎﻫﻴﺮ ﻓﻘﻬﺎﺀ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﻣﻦ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻣﻦ ﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺏ ﺍﻟﺘﻰ ﻟﻢ ﻳﺬﻛﺮﻫﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻣﻤﺎ ﻻ ﺗﻤﻠﻴﻚ ﻓﻴﻪ: ﻷﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻗﺎﻝ (ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮﺀ) ﻭﻛﻠﻤﺔ ﺇﻧﻤﺎ ﻟﻠﺤﺼﺮ ﻭﺍﻹﺛﺒﺎﺕ. ﺛﺒﺖ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﻭﺗﻨﻘﻀﻰ ﻣﺎ ﻋﺪﺍﻩ ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻮﺟﻪ: ﻷﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ ﺍﻟﺘﻤﻠﻴﻚ ﺍﺻﻼ، ﻟﻜﻦ ﻓﺴﺮ ﺍﻟﻜﺴﺎﻧﻰ ﻓﻰ ﺍﻟﺒﺪﺍﺋﻊ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﺠﻤﻴﻊ ﺍﻟﻘﺮﺏ ﻓﻴﺪﺧﻞ ﻓﻴﻪ ﻛﻞ ﻣﻦ ﺳﻌﻰ ﻓﻰ ﻃﺎﻋﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﺨﻴﺮﺍﺕ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻣﺤﺘﺎﺟﺎ ﻷﻥ ﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺎﻡ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺍﻯ ﻳﺸﻤﻞ ﻋﻤﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ ﻣﻤﺎ ﺫﻛﺮ ﻭﻓﺴﺮ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺤﻨﻴﻔﻴﺔ "ﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ" ﺑﻄﻠﺐ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻄﻠﺐ ﻋﻨﻴﺎ .

Imam Al-Qofal menukil dari sebagian ahli fiqih, bahwa mereka memperbolehkan mentasarufkan sodaqoh (zakat) kepada segala sektor kebaikan, seperti mengkafani mayat, membangun pertahanan, membangun masjid dan sebagainya, Karena kata-kata sabilillah (dalam Al-Qur'an) itu mencakup umum (semuanya) Sebagaimana di jelaskan dalam Kitab Tafsir Munir juz 1 hal 244,

ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺍﻟﻤﻨﻴﺮ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻷﻭﻝ ﺹ: 244 (ﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ) ﻭﻳﺠﻮﺯ ﻟﻠﻐﺎﺯﻯ ﺍﻥ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﻣﺎﻝ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻏﻨﻴﺎ ﻛﻤﺎ ﻫﻮ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﻣﺎﻟﻚ ﻭﺍﺳﺤﻖ ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻭﺻﺎﺣﺒﺎﻩ ﻻ ﻳﻌﻄﻰ ﺇﻻ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻣﺤﺘﺎﺟﺎ ﻭﻧﻘﻞ ﺍﻟﻘﻔﺎﻝ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺃﻧﻬﻢ ﺍﺟﺎﺯﻭﺍ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﺇﻟﻰ ﺟﻤﻴﻊ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻣﻦ ﺗﻜﻔﻴﻦ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻭﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﺤﺼﻮﻥ ﻭﻋﻤﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻻﻥ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺎﻡ ﻓﻰ ﺍﻟﻜﻞ

Nah.....!! dari pemaparan tersebut, tanpa mengeyampingkan pendapat-pendapat ulama lain, selain Imam Al-Qoffal, maka sebagaimana hasil-hasil keputusan Bahtsul Masa'il yang banyak kita temui, Yakni diantara pertanyaan yang menyangkut Sabilillah atau yang senada dengan itu... Bagaimanakah hukum memberikan zakat kepada masjid, madrasah, pondok pesantren, panti asuhan, guru ngaji atau (kyai), yayasan sosial atau keagamaan dan lain-lain..?

Maka jawabannya adalah :Menurut Jumhurul Fuqoha Madzhab(imam-imam madzhab) , memberikan zakat kepada selain ashnaf delapan (yang disebutkan dalam Al-Qur'an) ,itu tidak diperbolehkan Akan tetapi ada pendapat imam Al-Qoffal menukil dari sebagian ahli fiqih, bahwasannya zakat boleh ditasarufkan kepada sektor-sektor kebaikan atas nama sabilillah. Dan ternyata pendapat Imam Al-Qoffal ini di kuatkan oleh fatwa Moh. Syaikh Ali al-Maliki dan pernah di fatwahkan oleh Imam Hasanain Makhluf dan ulama Mu'ashirin Mesir (selengkapnya baca Hasil Bahtsul Masail PWNU Jatim 9 Oktober 2010 di PP.al Hikam Bangkalan) Pengambilan ibarot : Bughyatul Musytarsyidin hal 106

ﺑﻐﻴﺔ ﺍﻟﻤﺴﺘﺮﺷﺪﻳﻦ 106 (ﻣﺴﺌﻠﺔ) ﻻ ﻳﺴﺘﺤﻖ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻣﻄﻠﻘﺎ ﻻ ﻳﺠﺰﺀ ﺻﺮﻓﻬﺎ ﺇﻻ ﻟﺤﺮ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ﻟﻴﺴﺖ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻛﺎﻟﻮﺻﻴﺔ . Tafsir Munir juz 1 hal 244, . ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺍﻟﻤﻨﻴﺮ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻷﻭﻝ ﺹ:244 (ﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ) ﻭﻳﺠﻮﺯ ﻟﻠﻐﺎﺯﻯ ﺍﻥ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﻣﺎﻝ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻏﻨﻴﺎ ﻛﻤﺎ ﻫﻮ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﻣﺎﻟﻚ ﻭﺍﺳﺤﻖ ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻭﺻﺎﺣﺒﺎﻩ ﻻ ﻳﻌﻄﻰ ﺇﻻ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻣﺤﺘﺎﺟﺎ ﻭﻧﻘﻞ ﺍﻟﻘﻔﺎﻝ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺃﻧﻬﻢ ﺍﺟﺎﺯﻭﺍ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﺇﻟﻰ ﺟﻤﻴﻊ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻣﻦ ﺗﻜﻔﻴﻦ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻭﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﺤﺼﻮﻥ ﻭﻋﻤﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻻﻥ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺎﻡ ﻓﻰ ﺍﻟﻜﻞ Fiqih Islam juz 2 hal 876, ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻹﺳﻼﻣﻰ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻟﺜﺎﻧﻰ ﺹ : 876 ﺃﺗﻔﻖ ﺟﻤﺎﻫﻴﺮ ﻓﻘﻬﺎﺀ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﻣﻦ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻣﻦ ﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺏ ﺍﻟﺘﻰ ﻟﻢ ﻳﺬﻛﺮﻫﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻣﻤﺎ ﻻ ﺗﻤﻠﻴﻚ ﻓﻴﻪ: ﻷﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻗﺎﻝ (ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮﺀ) ﻭﻛﻠﻤﺔ ﺇﻧﻤﺎ ﻟﻠﺤﺼﺮ ﻭﺍﻹﺛﺒﺎﺕ. ﺛﺒﺖ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﻭﺗﻨﻘﻀﻰ ﻣﺎ ﻋﺪﺍﻩ ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻮﺟﻪ: ﻷﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ ﺍﻟﺘﻤﻠﻴﻚ ﺍﺻﻼ، ﻟﻜﻦ ﻓﺴﺮ ﺍﻟﻜﺴﺎﻧﻰ ﻓﻰ ﺍﻟﺒﺪﺍﺋﻊ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﺠﻤﻴﻊ ﺍﻟﻘﺮﺏ ﻓﻴﺪﺧﻞ ﻓﻴﻪ ﻛﻞ ﻣﻦ ﺳﻌﻰ ﻓﻰ ﻃﺎﻋﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﺨﻴﺮﺍﺕ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻣﺤﺘﺎﺟﺎ ﻷﻥ ﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺎﻡ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺍﻯ ﻳﺸﻤﻞ ﻋﻤﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ ﻣﻤﺎ ﺫﻛﺮ ﻭﻓﺴﺮ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺤﻨﻴﻔﻴﺔ "ﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ" ﺑﻄﻠﺐ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻄﻠﺐ ﻋﻨﻴﺎ .

[HASIL BAHTSUL MASA'IL PWNU JATIM 9 OKTOBER 2010 DI PP. AL-HIKAM BANGKALAN]  Hasil Bahtsul Masail PWNU Jatim

Deskripsi Masalah : Beberapa tahun belakangan ini, kian terlihat bertambah kencang polemik dan perselisihan dikalangan warga NU dibeberapa daerah dalam hal penerapan golongan sabilillah dalam asnaf mustahiq zakat. Hal ini dipicu karena ketidakseragaman dasar mereka dari hasil keputusan hukum yang disosialisasikan oleh jam’iyah NU secara kelembagaan. Sebagaimana diketahui dari penuturan ulama’ salaf (madzhab al-arba’ah) bahwa yang dimaksud “sabilillah” dalam asnaf ustahiq zakat adalah “ghuzzat” (para tentara perang sabil), terkecuali wacana pendapat yang telah dinuqil oleh imam Qoffal dari sebagian ulama yang menyatakan bahwa kata sabilillah itu bisa bermakna luas mencakup seluruh jalur sektor kebaikan (wujuh/jihah khair). Sejak awal berdiri, NU sudah mengambil langkah tegas dan antisipasi melalui keputusan no.5 dalam Muktamar NU pertama di Surabaya tanggal 21 oktober 1926, bahwa “Tidak diperbolehkan mentasharufkan zakat untuk pendirian masjid, madrasah atau pondok-pondok dengan mengatasnamakan sabilillah dengan berdasar pada kutipan imam Qoffal, sebab pendapat yang dikutip imam Qoffal tersebut adalah dlo’if”. (lihat Ahkamul Fuqoha’: 1/09 – CV. Toha Putra Semarang 1960) Namun, hasil keputusan masalah serupa diambil oleh PWNU jatim di era-eraberikutnya ternyata berbicara lain. Dalam data hasil keputusan Bahtsul Masail PWNU yang dilaksanakan di PP. An-Nur Tegalrejo Nganjuk tahun 1981, di PPAI Ketapang Malang tahun 1987 dan di PP. Langitan Tuban tahun 1988, semuanya menyimpulkan bahwa : “Hukumnya ada dua alternatif, yakni tidak boleh dengan merujuk keputusan Muktamar 1926 dimaksud. Dan yang kedua diperbolehkan dengan dasar mengikuti pendapat kutipan imam Qoffal dan fatwa Syekh Moh. Ali Al-Maliki dan ulama-ulama yang lain”.  (lihat CD hasil keputusan Bahtsul Masail PWNU Jatim 1979-1994, 1996 dan 2002)

Pertanyaan : Pendapat siapakah sebenarnya yang dikutip oleh Imam Qoffal tersebut? Dan seberapa mu’tabar pendapatnya dalam takaran madzhab? (PCNU SIDOARJO)

Jawaban : Belum diketahui secara pasti siapa yangdimaksud oleh Imam Qoffal tersebut,namun ada kemungkinan besar mengarah pada Imam Hasan dan Imam Anas bin Malik.Sedangkan pendapat tersebut menurut Jumhur ulama tidak mu'tabar.Pendapat ini didukung oleh mufti Hadramaut karena pendapat tersebut di luar lingkup madzhab empat. Namun ada juga yang sependapat dengan pendapat kutipan Imam Qaffal, seperti Syeikh Hasanain Makhluf dan ulama mu'ashirin Mesir yang memfatwakan dan memilih pendapat tersebut. Dasar Pengambilan Hukum: Fatawi Syar'iyyah Wa Buhuts Islamiyah Hasanain Muhammad Makhluf hal : 255

ﻓﺘﺎﻭﻯ ﺷﺮﻋﻴﺔ ﻭﺑﺤﻮﺙ ﺇﺳﻼﻣﻴﺔ ﺣﺴﻨﻴﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﻣﺨﻠﻮﻑ ﺹ 255 (ﺍﻟﺠﻮﺍﺏ) ﺇﻥ ﻣﻦ ﻣﺼﺎﺭﻑ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺍﻟﺜﻤﺎﻧﻴﺔ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ ﻓﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: {ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮﺍﺀ} ﺇﻟﻰ ﺁﺧﺮ ﺍﻵﻳﺔ ﺇﻧﻔﺎﻗﻬﺎ {ﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ } ﻭﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺎﻡ ﻳﺸﻤﻞ ﺟﻤﻴﻊ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻣﻦ ﺗﻜﻔﻴﻦ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻭﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﺤﺼﻮﻥ ﻭﻋﻤﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺗﺠﻬﻴﺰ ﺍﻟﻐﺰﺍﺓ ﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﻣﺎ ﺃﺷﺒﻪ ﺫﻟﻚ ﻣﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﻋﺎﻣﺔ ﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻛﻤﺎ ﺩﺭﺝ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﻭﺍﻋﺘﻤﺪﻩ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻘﻔﺎﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﻧﻘﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﺮﺍﺯﻯ ﻓﻰ ﺗﻔﺴﻴﺮﻩ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻯ ﻧﺨﺘﺎﺭﻩ ﻟﻠﻔﺘﻮﻯ. ﻭﺑﻨﺎﺀ ﻋﻠﻴﻪ ﻻ ﻣﺎﻧﻊ ﻣﻦ ﺻﺮﻑ ﺯﻛﺎﺓ ﺍﻟﻨﻘﺪﻳﻦ ﻭﺍﻟﺤﺒﻮﺏ ﻭﺍﻟﻤﺎﺷﻴﺔ ﻭﻛﺬﺍ ﺯﻛﺎﺓ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﻓﻰ ﺍﻷﻏﺮﺍﺽ ﺍﻟﻤﺸﺎﺭ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻓﻰ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ﻟﻤﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮﺓ ﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺧﺼﻮﺻﺎ ﻓﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺪﻳﺎﺭ. ﻭﺃﻣﺎ ﺟﻠﻮﺩ ﺍﻷﺿﺎﺣﻰ ﻓﻼ ﻭﺟﻪ ﻟﻠﺘﻮﻗﻒ ﻓﻰ ﺻﺮﻓﻬﺎ ﻓﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺸﺮﻭﻋﺎﺕ ﺍﻟﺘﻰ ﺗﻌﻮﺩ ﺑﺎﻟﺨﻴﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺇﺫﺍ ﺗﺼﺪﻕ ﺑﻬﺎ ﺍﻟﻤﻀﺤﻮﻥ ﻓﻰ ﺫﻟﻚ، ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻋﻠﻢ

Fatawa Al-Azhar Juz 1 Hal : 139

ﻓﺘﺎﻭﻯ ﺍﻷﺯﻫﺮ - (ﺝ 1 /139) ﺟﻮﺍﺯ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻓﻰ ﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﺍﻃﻠﻌﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ﻭﻧﻔﻴﺪ ﺃﻧﻪ ﻳﺠﻮﺯ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﺒﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻣﻦ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻟﺒﺮ ﺍﻟﺘﻰ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻬﺎ ﺗﻤﻠﻴﻚ ﺃﺧﺬﺍ ﺑﺮﺃﻯ ﺑﻌﺾ ﻓﻘﻬﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺍﻟﺬﻯ ﺃﺟﺎﺯ ﺫﻟﻚ ﺍﺳﺘﺪﻻﻻ ﺑﻌﻤﻮﻡ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ {ﻭﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻪ} ﻣﻦ ﺁﻳﺔ {ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮﺍﺀ ﻭﺍﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ} ﺍﻵﻳﺔ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﻷﺋﻤﺔ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻭﻣﺎ ﺫﻛﺮﻧﺎﻩ ﻣﺬﻛﻮﺭ ﻓﻰ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﻫﺬﻩ ﺍﻵﻳﺔ ﻟﻺﻣﺎﻡ ﻓﺨﺮ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﺮﺍﺯﻯ ﻭﻧﺺ ﻋﺒﺎﺭﺗﻪ ( ﻭﺍﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﻇﺎﻫﺮ ﺍﻟﻠﻔﻆ ﻓﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﻭﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠّﻪ ﻻ ﻳﻮﺟﺐ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺍﻟﻐﺰﺍﺓ ﻓﻠﻬﺬﺍ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ﻧﻘﻞ ﺍﻟﻘﻔﺎﻝ ﻓﻰ ﺗﻔﺴﻴﺮﻩ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺃﻧﻬﻢ ﺃﺟﺎﺯﻭﺍ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﺇﻟﻰ ﺟﻤﻴﻊ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻣﻦ ﺗﻜﻔﻴﻦ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻭﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﺤﺼﻮﻥ ﻭﻋﻤﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻷﻥ ﻗﻮﻟﻪ ﻭﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠّﻪ ﻋﺎﻡ ﻓﻰ ﺍﻟﻜﻞ) ﺍﻧﺘﻬﺖ ﻋﺒﺎﺭﺓ ﺍﻟﻔﺨﺮ ﻭﻟﻢ ﻳﻌﻘﺐ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠّﻪ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺑﺸﻰﺀ ﻭﻗﺪ ﺟﺎﺀ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﻐﻨﻰ ﻻﺑﻦ ﻗﺪﺍﻣﺔ ﺑﻌﺪ ﺃﻥ ﻗﺎﻝ ﻭﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﻣﻦ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠّﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻣﻦ ﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺍﻟﻘﻨﺎﻃﺮ ﻭﺍﻟﺠﺴﻮﺭ ﻭﺍﻟﻄﺮﻕ ﻓﻬﻰ ﺻﺪﻗﺔ ﻣﺎﺿﻴﺔ ﻭﺍﻷﻭﻝ ﺃﺻﺢ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮﺍﺀ ﻭﺍﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻟﻠﺤﺼﺮ ﻭﺍﻹﺛﺒﺎﺕ ﺗﺜﺒﺖ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﻭﺗﻨﻔﻰ ﻣﺎ ﻋﺪﺍﻩ ﺍﻧﺘﻬﻰ ﻭﻇﺎﻫﺮ ﺃﻥ ﺃﻧﺴﺎ ﻭﺍﻟﺤﺴﻦ ﻳﺠﻴﺰﺍﻥ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻓﻰ ﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻟﺼﺮﻓﻬﺎ ﻓﻰ ﻋﻤﻞ ﺍﻟﻄﺮﻕ ﻭﺍﻟﺠﺴﻮﺭ ﻭﻣﺎ ﻗﺎﻟﻪ ﺍﺑﻦ ﻗﺪﺍﻣﺔ ﻓﻰ ﺍﻟﺮﺩ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ ﻏﻴﺮ ﻭﺟﻴﻪ ﻷﻥ ﻣﺎ ﺃﻋﻄﻰ ﻓﻰ ﺍﻟﺠﺴﻮﺭ ﻭﺍﻟﻄﺮﻕ ﻣﻤﺎ ﺃﺛﺒﺘﺘﻪ ﺍﻵﻳﺔ ﻟﻌﻤﻮﻡ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ {ﻭﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ} ﻭﺗﻨﺎﻭﻟﻪ ﺑﻜﻞ ﻭﺟﻪ ﻣﻦ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻟﺒﺮ ﻛﺒﻨﺎﺀ ﻣﺴﺠﺪ ﻭﻋﻤﻞ ﺟﺴﺮ ﻭﻃﺮﻳﻖ . ﻭﻟﺬﻟﻚ ﺍﺭﺗﻀﺎﻩ ﺻﺎﺣﺐ ﺷﺮﺡ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﺮﻭﺽ ﺍﻟﻨﻀﻴﺮ ﺇﺫ ﻗﺎﻝ. ﻭﺫﻫﺐ ﻣﻦ ﺃﺟﺎﺯ ﺫﻟﻚ ﺃﻯ ﺩﻓﻊ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻓﻰ ﺗﻜﻔﻴﻦ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻭﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﺇﻟﻰ ﺍﻻﺳﺘﺪﻻﻝ ﺑﺪﺧﻮﻟﻬﻤﺎ ﻓﻰ ﺻﻨﻒ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠّﻪ ﺇﺫ ﻫﻮ ﺃﻯ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠّﻪ ﻃﺮﻳﻖ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﻤﻮﻡ ﻭﺇﻥ ﻛﺜﺮ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ ﻓﻰ ﻓﺮﺩ ﻣﻦ ﻣﺪﻟﻮﻻﺗﻪ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺠﻬﺎﺩ ﻟﻜﺜﺮﺓ ﻋﺮﻭﺿﻪ ﻓﻰ ﺃﻭﻝ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻛﻤﺎ ﻓﻰ ﻧﻈﺎﺋﺮﻩ ﻭﻟﻜﻦ ﻻ ﺇﻟﻰ ﺣﺪ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﺍﻟﻌﺮﻓﻴﺔ ﻓﻬﻮ ﺑﺎﻕ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﺿﻊ ﺍﻷﻭﻝ ﻓﻴﺪﺧﻞ ﻓﻴﻪ ﺟﻤﻴﻊ ﺃﻧﻮﺍﻉ ﺍﻟﻘﺮﺏ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻳﻘﺘﻀﻴﻪ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺼﺎﻟﺢ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ﻭﺍﻟﺨﺎﺻﺔ ﺇﻻ ﻣﺎ ﺧﺼﻪ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﻭﻫﻮ ﻇﺎﻫﺮ ﻋﺒﺎﺭﺓ ﺍﻟﺒﺤﺮ ﻓﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﻗﻠﻨﺎ ﻇﺎﻫﺮ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠّﻪ ﺍﻟﻌﻤﻮﻡ ﺇﻻ ﻣﺎ ﺧﺼﻪ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﺍﻧﺘﻬﺖ ﻋﺒﺎﺭﺓ ﺍﻟﺸﺮﺡ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ. ﻭﺍﻟﺨﻼﺻﺔ ﺃﻥ ﺍﻟﺬﻯ ﻳﻈﻬﺮ ﻟﻨﺎ ﻫﻮ ﻣﺎ ﺫﻫﺐ ﺇﻟﻴﻪ ﺑﻌﺾ ﻓﻘﻬﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻣﻦ ﺟﻮﺍﺯ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻓﻰ ﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻓﺈﺫﺍ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﻤﺰﻛﻰ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺍﻟﻮﺍﺟﺒﺔ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻰ ﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﺳﻘﻂ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﻔﺮﺽ ﻭﺃﺛﻴﺐ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻭﺍﻟﻠّﻪ ﺃﻋﻠﻢ

Fatawa Abu Bakar Hal : 70-76

ﻓﺘﺎﻭﻯ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺑﺎﻏﻴﺜﺎﻥ 76- 70 ﺳﺌﻞ ( ﺱ ﺍﻭ ﺍﻹﻧﻔﺎﻕ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺍﻭ ﺍﻯ ﺷﻴﺊ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺮﺍﻓﻖ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ﻭﺍﻟﻨﺎﻓﻌﺔ ﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺍﻟﻰ ﺍﻥ ﻗﺎﻝ ......... (ﻓﺎﺟﺎﺏ ﺑﻘﻮﻟﻪ ) ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﺍﻟﺠﻮﺍﺏ ﻻﻳﺠﻮﺯ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻓﻰ ﺷﻴﺊ ﻣﻤﺎ ﺫﻛﺮﻩ ﺍﻟﺴﺎﺋﻞ ﻣﻦ ﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﻋﻤﺎﺭﺗﻬﺎ ﺍﻭ ﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺪﺍﺭﺱ ﺍﻭ ﺍﻹﻧﻔﺎﻕ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺍﻭ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺸﺎﺭﻉ ﺍﻟﺨﻴﺮﻳﺔ ﺍﻟﻰ ﺍﻥ ﻗﺎﻝ ........ ﻭﻻ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ) ﻫﻞ ﺗﺨﺮﺝ ﺷﻴﺊ ﻣﻦ ﺯﻛﺎﺓ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﺍﻯ ﺍﻟﻨﻘﺪ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺸﺎﺭﻉ ﺍﻟﺨﻴﺮﻳﺔ ﻛﺒﻨﺎﺀ ﻣﺴﺎﺟﺪ ﺃﻭﻋﻤﺎﺭﺗﻬﺎ ﺍﻭ ﺑﻨﺎﺀ ﻣﺪﺍﺭ ﻧﻌﻠﻢ ﺧﻼﻓﺎ ﺑﻴﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻓﻰ ﺍﻧﻪ ﻻﻳﺠﻮﺯ ﺩﻓﻊ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺍﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﺻﻨﺎﻑ ﺍﻻ ﻣﺎﺭﻭﻯ ﻋﻦ ﺍﻧﺲ ﻭﺍﻟﺤﺴﻦ ﺍﻧﻬﻤﺎ ﻗﺎﻻ ﻣﺎ ﺃﻋﻄﻴﺖ ﻓﻰ ﺍﻟﺠﺴﻮﺭ ﻭﺍﻟﻄﺮﻗﺎﺕ ﻓﻬﻰ ﺻﺪﻗﺔ ﻣﺎﺿﻴﺔ ﺍﻟﻰ ﺍﻥ ﻗﺎﻝ ....... ﺭﺍﻳﺖ ﻋﻦ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﻣﺤﻤﺪ ﺭﺷﻴﺪ ﺭﺿﺎ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﺸﺮﺡ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﻷﻥ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﺪ ﺍﻹﻃﻼﻕ ﻫﻮ ﺍﻟﻐﺰﻭ ﻣﺎ ﻟﻔﻈﻪ ﻫﺬﺍ ﻏﻴﺮ ﺻﺤﻴﺢ ﺑﻞ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻫﻮ ﺍﻟﻄﺮﻳﻖ ﺍﻟﻤﻮﺻﻞ ﺍﻟﻰ ﻣﺮﺿﺎﺗﻪ ﻭﺟﻨﺘﻪ ﻭﻫﻮ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻓﻰ ﺟﻤﻠﺘﻪ ﻭﺍﻳﺎﺕ ﺍﻹﻧﻔﺎﻕ ﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﺸﻤﻞ ﺟﻤﻴﻊ ﺃﻧﻮﺍﻉ ﺍﻟﻨﻔﻘﺔ ﺍﻟﻤﺸﺮﻭﻋﺔ ﻭﻣﺎﺫﺍ ﻳﻘﻮﻝ ﻓﻰ ﺍﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﺪ ﻭﺍﻹﺿﻼﻝ ﻋﻦ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻬﺠﺮﺓ ﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻞ ﻻ ﻳﺼﺢ ﺍﻥ ﻳﻔﺴﺮ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻰ ﺃﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺘﺎﻝ ﻧﻔﺴﻬﺎ ﺑﺎﻟﻐﺰﻭ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﺫﺍ ﺍﺭﻳﺪ ﺑﻪ ﺍﻥ ﻧﻜﻮﻥ ﻛﻠﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻫﻰ ﺍﻟﻌﻠﻴﺎ ﻭﺩﻳﻨﻪ ﺍﻟﻤﺘﺒﻊ ﻓﺴﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻰ ﺍﻷﻳﺔ ﻳﻌﻢ ﺍﻟﻐﺰﻭ ﺍﻟﺸﺮﻋﻲ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﻣﺼﺎﻟﺢ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺑﺤﺴﺐ ﻟﻔﻈﻪ ﺍﻟﻌﺮﺑﻰ ﻭﻳﺤﺘﺎﺝ ﺍﻟﺘﺨﺼﻴﺺ ﺍﻟﻰ ﺩﻟﻴﻞ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻧﺘﻬﻰ ﻓﻠﻌﻞ ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﺑﺠﻮﺍﺯ ﺩﻓﻊ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺍﻟﻰ ﻣﻦ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﺴﺎﺋﻞ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﺍﻷﺯﻫﺮ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ ﺃﺧﺬ ﺑﻘﻮﻝ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺭﺷﻴﺪ ﺭﺿﺎ ﻫﺬﺍ ﻭﻟﻜﻦ ﻫﺬﺍ ﻣﺨﺎﻟﻒ ﻟﻤﺎ ﻗﺎﻟﻪ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺍﻟﻤﻌﻤﻮﻝ ﺑﻬﺎ ﻛﻤﺎ ﺭﺃﻳﺘﻪ ﻓﻴﻤﺎ ﻧﻘﻠﻨﺎﻩ ﻋﻦ ﺍﻟﺸﺮﺡ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﺛﻢ ﻛﺜﺮ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ ﻓﻰ ﺍﻟﺠﻬﺎﺩ ﻹﻧﻪ ﺳﺒﺐ ﻟﻠﺸﻬﺎﺩﺓ ﺍﻟﻤﻮﺻﻠﺔ ﺍﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺛﻢ ﻭﺿﻊ ﻋﻠﻰ ﻫﺆﻻﺀ ﻻﻧﻬﻢ ﺟﺎﻫﺪﻭﺍ ﻻ ﻓﻰ ﻣﻘﺎﺑﻞ ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﺍﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﻏﻴﺮﻫﻢ ﻭﺗﻔﺴﻴﺮ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﺍﻟﻤﺨﺎﻟﻒ ﻟﻤﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻛﺜﺮ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻟﻪ ﺑﺎﻟﺤﺠﺞ ﻟﺤﺪﻳﺚ ﻓﻴﻪ ﺃﺟﺎﺑﻮﺍ ﻋﻨﻪ ﺍﻯ ﺑﻌﺪ ﺗﺴﻠﻴﻢ ﺻﺤﺘﻪ ﺍﻟﺘﻰ ﺯﻋﻤﻬﺎ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ

Wallohu A'lam.